Aku ingin terbang tinggi seperti elang (Elang By Dewa 19)

Potongan lagu di atas saya ambil dari lagu yang berjudul Elang yang dipopulerkan oleh Dewa 19. Elang memang diidentikkan dengan kebeasan. Elang juga dengan gagah berani bertengger sebagai lambang suatu negara (lihat lambang negara Amerika Serikat dan Indonesia). Ternyata elang adalah spesies yang sangat menarik, saya mengetahuinya setelah saya ikut wisata elang di daerah Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Analogi elang dengan kebebasan memang tidak berlebihan. Elang memang bisa dibilang hewan yang sangat bebas. Sebagai Top Predator, secara teknis tidak ada yang bisa mengalahkan elang. Tidak Hanya itu Elang memiliki kemampuan terbang yang unik yang disebut soaring. Soaring adalah aktifitas terbang melayang yang dilakukan elang dengan memanfaatkan energi panas bumi. Benar-benar cara terbang yang luar biasa efektif.

Keberadaan Elang di alam liar terancam

Ironisnya kebebasan dan keperkasaan elang atau raptor (sebutan untuk burung pemangsa) saat ini sedang dalam ancaman yang sangat serius. Elang Jawa yang merupakan hewan endemis Pulau Jawa saat ini menurut IUCN mempunyai status Endanger atau terancam punah. Penyebab penurunan populasi spesies ini karena perusakan habitat dan penangkapan ilegal untuk tujuan perdagangan. Rakyat Indonesia seharusnya prihatin dengan keadaan ini. Bagaimana tidak, spesies yang memiliki nama Nisaetus bartelsi  ini adalah Burung Garuda yang menjadi lambang negara kita.

Slogan โ€œGaruda di Dadakuโ€ seharusnya tidak hanya untuk para atlet sepak bola kita, tetapi juga untuk Javan Hawk Eagle (Elang Jawa dalam Bahasa Inggris) yang merupakan Garuda yang masih hidup. Kita tidak hanya bertanggung jawab terhadap dunia apabila spesies ini sampai punah. Alangkah miris jika suatu saat nanti ada anak cucu kita yang bertanya tentang Burung Garuda yang sebenarnya. Kita hanya bisa menunjukkan foto atau mengajaknya ke museum untuk melihat si Elang Jawa.

Elang sebagai spesies kunci

Tidak hanya itu. Elang Jawa termasuk key species. Artinya dengan melindungi elang jawa berarti kita turut melestarikan banyak spesies lain. Elang Jawa tidak akan hidup jika tidak mendapatkan mangsa. Bagaimana mangsa dapat hidup jika tidak ada cukup makanan dan kebutuhan lain untuk hewan mangsa tersebut. Ini semua karena kita semua termasuk dalam jaring-jaring makanan. Selain itu elang dikenal sebagai jenis yang sangat sensitif terhadap kerusakan lingkungan. Elang bisa menjadi indikator yang baik untuk kelestarian alam.

Elang jawa hanya salah satu contoh spesies yang terancam punah. Banyak raptor lain yang ada di indonesia yang juga mempunyai kondisi yang juga memprihatinkan. Sebut saja elang ular bido, elang brontok dan masih banyak yang lain. Beberapa waktu lalu saya (26-27 November 2011) mengikuti acara SUA RAPTOR yang di adakan oleh UKF IPB. UKF IPB adalah unit kegiatan mahasiswa yang bernaung dibawah IPB. Kegiatan mereka berkonsentrasi pada kelestarian fauna indonesia. Acara ini dilaksnakan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak daerah Cikaliki- Citalahab. Kawasan itu merupakan salah satu habitat dari elang jawa yang masih tersisa.

Ekowisata Elang

Acara Sua Raptor ini dikemas sebagai acara ecotourism sekaligus pendidikan konservasi untuk pesertanya. Sangat menyenangkan mengikuti kegiatan wisata elang di lereng gunung Halimun.Tema yang diangkat adalah ekowisata sebagai salah satu upaya pelestarian raptor. Acara seperti ini memang menguntungkan bagi berbagai pihak. Bagi wisatawan acara seperti ini bisa menjadi pilihan wisata yang baru. Bagi penduduk sekitar tentunya kegiatan seperti ini bisa menambah penghasilan. Sebagai informasi, kawasan TNGHS Cikaniki-Citalahab memang di disain sebagai kawasan ekowisata.

Keterlibatan masyarakat sekitar memang tidak bisa kita abaikan dalam kegiatan konservasi satwaliar. Masyarakat bisa bertindak sebagai guardianย  atau penjaga bagi satwaliar tersebut. Tentunya untuk menjadikan masyarakat sebagai penjaga satwaliar bukan hal yang mudah. Mereka juga perlu membiayai kehidupan mereka. Seperti yang saya sebutkan di atas, salah satu solusi dari permasalahan ini adalah kegiatan semacam wisata elang di gunung halimun seperti ini.

Ekowisata bukannya tidak lepas dari pro dan kontra. Masih ingat tentang kekhawatiran akan terpilihnya komodo sebagai The New 7 Wonder. Banyak yang memprediksi bahwa kegiatan ecotourism akan mengganggu habitat satwaliar. Menurut saya tidak selama sistem di Taman Nasional tersebut masih berjalan dengan baik. Ada peraturan-peraturan khusus yang harus dipatuhi oleh wisatawan yang akan masuk ke dalam kawasan taman nasional atau kawasan konservasi lain. Wisatawan harus dilengkapi dengan SIMAKSI (surta izin masuk kawasan konservasi).

Kegiatan Sua Raptor yang digagas oleh UKF menjadi salah satu contoh kegiatan ekowisata yang baik. Harapan kita ke depannya tentu makin banyak keigiatan seperti ini. Selain secara tidak langsung mensejahterakan satwaliar juga akan menambah wawasan kita terhadap kelestarian lingkungan. Tak kenal maka tak sayang. Mungkin jika selama ini kita kurang peduli terhadap satwaliar bisa jadi penyebabnya adalah karena kita tidak tahu betapa asyiknya melihat mereka hidup bebas di habitatnya. Kita harus menyayangi bumi ini, karena kita juga bagian dari bumi ini.

UKF juga mempunyai program yang ekowisata yang disebut EWO (Eco Wildlife Organizer). Jadi apabila anda berminat untuk melakukan ekowisata anda bisa menghubungi UKF.

Kondisi jalur hiking di gunung halimun
  • Twitter
  • Pinterest
Suasana sawah di sekitar tempat pengamatan wisata elang halimun
  • Twitter
  • Pinterest
  • Twitter
  • Pinterest
Peralatan untuk pengaatan elang, binokuler dan monokuler
  • Twitter
  • Pinterest
Mengamati elang di kebun teh gunung halimun
  • Twitter
  • Pinterest
  • Twitter
  • Pinterest