Tahun 2017 saya berkesempatan untuk mengunjungi negara China. Itu kali pertama saya ke luar negeri. Tentu saja banyak yang membuat saya tertarik. Salah satunya adalah penggunaan pembayaran non tunai atau cashless
yang sudah sangat umum. Tidak hanya di merchant besar, bahkan di pedagang kaki lima pun pembayaran dengan menggunakan QR code sudah lazim dilakukan. Pembayaran cukup dilakukan dengan menggunakan smartphone. Bahkan menurut rekan saya di sana dia bisa keluar rumah tanpa membawa dompet, asalkan dia membawa smartphone. Smartphone benar-benar bisa difungsikan sebagai dompet digital. Saat itu saya membayangkan kapan di negara saya bisa menjadi seperti ini?.

barcode cellphone close up coded
  • Twitter
  • Pinterest
Photo by Pixabay on Pexels.com

Sekarang di tahun 2021 ini saya sudah bisa melakukan pembayaran di warteg dengan smartphone saya. Perkembangan yang cukup pesat. Saya secara pribadi menyukai hal ini. Menurut saya lebih praktis saja dan terkesan futuristik hehe. Lalu faktor apa yang kira-kira membuat kita dapat mengejar ketertinggalan kita?

Dompet digital di Indonesia

Sebelumnya saya ingin mengajak anda untuk mengingat bagaimana perkembangan pembayaran non tunai di Indonesia. Sejarah pembayaran non tunai berbasis teknologi seperti penggunaan QR Code di Indonesia dimulai dari munculnya Gopay dari Gojek. Sebelum gopay sebenarnya ada t-cash dari telkomsel yang sekarang sudah berubah menjadi Link Aja. Namun perkembangannya seperti begitu-begitu saja. Sejak zaman t-cash saya sudah membuka akun, tapi akhirnya saya merasa percuma karena tidak banyak toko atau tempat belanja yang melayani pembayaran dengan dompet digital.  Jangankan dompet digital, membayar dengan meggunakan kartu debit saja masih sering ditolak. Alasan yang sering saya temui adalah jaringan yang sedang error atau petugas kasir yang tidak bisa menggunakan mesin EDC. Perkembangan yang cukup pesat menurut saya sih memang setelah gopay dan ovo masuk. Setelah itu fintech dompet digital bermunculan bagai jamur di musim hujan.

Setidaknya ada dua alasan yang membuat perkembangan dompet digital di Indonesia lambat.

  • Alasan pertama ialah penggunaan dompet digital yang mewajibkan top up. Ini yang membedakan dengan yang saya temui di China yang mana akun WeChat Pay atau AliPay mereka sudah terhubung dengan rekening bank. Sehingga tidak ada kewajiban untuk top-up.
  • Alasan lain adalah saldo yang tidak terintegrasi. Jika anda memiliki saldo di Gopay maka anda tidak bisa menggunakannya di merchant yang bekerja sama dengan OVO atau Link Aja misalnya. Salah satu alasan yang membuat saya cukup merepotkan dalam menggunakan dompet digital adalah kewajiban untuk top-up.

QR Code Indonesia Standard (QRIS)

Bukti pembayaran dengan QR Code Jenius
  • Twitter
  • Pinterest
Screenshoot pembayaran dengan QR Code

Di balik kemajuan yang cukup pesat di 4 tahun terakhir ini adalah usaha pemerintah melalui Bank Indonesia untuk memfasilitasi pembayaran non tunai. Jadi sekarang pembayaran dengan QR Code ini sudah diawasi dan diakui oleh pemerintah dalam hal ini BI. Keuntungannya adalah kita bisa membayar dengan aplikasi apa pun ke satu QR Code yang disediakan oleh merchant. Baik itu yang disediakan oleh Bank maupun dompet digital seperti Gopay dan lain-lain. Tentu saja ini menjawab permasalahan saya tentang top-up. Karena dengan adanya QRIS yang memungkinkan bank juga ikut membuat aplikasi pembayaran dengan QR Code jadinya kita tidak perlu melakukan top-up.

Kemudahan lain yang didapat dari segi pengguna dengan adanya QRIS ini jadinya saya tidak perlu memiliki banyak akun dompet digital. Dengan begitu uang saya yang sedikit ini tidak mencar kemana-mana. Belum lagi jika ada saldo yang mengendap pada akun saya.

If you can’t beat them, then join them

Saya sempat berpikir apakah nantinya bank menjadi tidak laku? atau setidaknya akan berkurang jumlah uang yang disimpan di rekening bank karena sebagian disimpan di dompet digital?. Terjawab sudah pertanyaan saya. Sekarang kondisinya hanya tersisa pemain besar dompet digital yang memang sudah integrated seperti Gopay, OVO, Link Aja dan Shopee Pay. Dan ternyata alih-alih tersingkir, bank konvensional malah ikut bermain di segmen ini. Saya memiliki rekening BCA dan Jenius (BTPN) dan dua-duanya sekarang sudah menyediakan layanan pembayaran non tunai dengan QR Code.

Data Harvesting

Ini masih menjadi concern saya. Dengan sistem digital seperti ini data tentang transaksi kita akan sangat mudah didapatkan. Data is the new oil, betul sekali. Data seperti ini sangat bisa dimanfaatkan untuk memprediksi perilaku kita dalam menghabiskan uang kita. Namun dengan hadirnya pemerintah dalam hal ini BI saya rasa kita bisa cukup lega. Meskipun saya tidak begitu yakin.

Anyway, saya sudah rutin menggunakan layanan pembayaran dengan menggunakan QR Code ini. Baik di mini market, di warteg, rumah makan padang dan lain-lain. Harapan saya ke depannya tukang parkir juga mengadopsi teknologi ini sehingga saya tidak repot mengumpulkan uang receh untuk bayar parkir hehe. Salam!